novelseriesterse

PART 1 NOVEL SERIES TERSE (THERE'S AUTUMN WHEN THE STORM ENDS)

November 22, 2017 Akalanka 0 Comments



Desir angin dimalam hari mengiringi nada telfon antara 2 insan yang saling memadu rindu. Beribu kata cinta saling dilontarkan antara 2 insan ini , sungguh sangat indah malam itu.
“Aku sangat mencintaimu” Ujar Putra sesosok pemuda tampan berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan kelas 12 di sekolah negeri di kota Bogor dan berkehidupan sederhana.
“Aku pun sangat mencintaimu” Ujar Dinda sesosok pemudi berpendidikan Sekolah Menengah Atas kelas 11 disekolah negeri ternama di kota Bogor dan berkehidupan cukup mewah.
Putra dan Dinda adalah pasangan yang telah menjalin cinta/hubungan yang cukup lama , sejak mereka di pertemukan di sebuah toko buku 2 tahun yang lalu.

Inilah aku Putra Bagas Muhammad seorang pemuda congkak yang sangat mencintai sosok seorang Khaura Dinda yang kini memang menjadi kekasihku.
Hari demi hari kita lewati dengan sangat romantis dan harmonis , indahnya kasih sayangnya membuatku yakin bahwa ialah tulang rusukku yang selama ini aku cari. Tak pernah terbayang rasanya jika harus dipisahkan dari Dinda , hancur mungkin terasa hidup ini jika itu terjadi.
Disuatu hari dimana di hari itu aku diajak oleh Dinda untuk bertemu dengan kedua orang tuanya , sungguh sangat bahagia rasanya mendapatkan kehormatan untuk berkenalan dan berhadapan langsung dengan kedua orang tua Dinda.
Pukul 07.00 malam tepatnya aku akan bertemu dengan mereka sekaligus akan diajak makan malam bersama-sama dirumahnya.
Aku menoleh ke arah jam tanganku,terlihat waktu menunjukkan pukul 03.00 sore , perasaanku sungguh sangat bimbang , antara senang , bangga dan rasa deg degan yang sangat mendalam, tapi apapun yang terjadi aku tak akan mengecewakan Dinda dan kedua orang tuanya. Aku langsung saja memberitahu nenek akan berita ini , terlihat nenek sangat bahagia sekali mendengarnya.
Aku tinggal bersama nenek dikarnakan perceraian ayah ibuku yang menyiksa batinku. Segera nenekku menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk menghadapi kedua orang tua Dinda agar tidak mendapat nilai negatif atas penilaianku di matanya. Dari mulai baju , celana , gaya rambut telah nenek siapkan. Aku benar benar di vermak oleh nenek . Tak lupa nenekpun menitipkan bingkisan untuk kedua orang tua Dinda , bingkisan makanan sederhana karna aku hidup bersama nenek dalam kesederhanaan dan apa adanya.
Ku lirik lagi jam di tanganku , terlihat waktu menunjukkan pukul 06.30 malam. Karna tak ingin telat , alhasil aku meminjam sepeda motor kepada farhan temanku karna jarak rumahku dengan rumah Dinda cukup jauh , ditambah lagi malam itu adalah malam minggu dan jalanan pasti macet. Dengan segala persiapan dan do’a akhirnya aku pun berangkat.
Seperti yang telah aku duga , ternyata jalanan macet parah, beruntung aku menggunakan sepeda motor , alhasil aku bisa selap selip.
Pukul 07.00 tepat , aku telah berada didepan pagar rumah Dinda , datanglah seorang satpam dengan pentungannya menghampiriku.
“Mau nyari siapa de?” Ujar pak satpam.
“e , saya ada janji dengan keluarganya Dinda” Ujarku terbata bata.
“oh begitu , yasudah tunggu sebentar ya ,saya panggilin dulu” Ujar pak satpam beranjak.
Sungguh sangat pengecutnya diri ini, baru dapat rintangan begini saja kakiku sudah gemetar hebat , apalagi saat berhadapan langsung dengan kedua orang tua Dinda,pikirku. Sungguh tak terbayang olehku , namun aku tetap harus kuat demi cinta ini.
Setelah menunggu beberapa menit di pos satpam , akhirnya terlihat nampak wajah berseri yang dipancarkan oleh Dinda datang menghamipiriku.
“Hai sayang , lama ya? Maaf ya” Ujar Dinda.
“Hehe engga kok sayang” Ujarku.
“Yaudah yuk masuk sayang , papa sama mama udah nunggu di dalam”ujar Dinda.
Aku mengikuti ajakkan Dinda dan beranjak dari pos satpam. Langkah demi langkah aku gerakkan kaki ini , pikiranku melayang layang berfikiran yang tidak tidak , intinya aku merasa deg degan harus berhadapan langsung dengan orang tua kekasihku yang kaya ini.
Lamunanku buyar seraya Dinda menepuk pundakku.
“Sayang , kamu kenapa? Jangan grogi dong , rileks oke?” Ujar Dinda memberikan semangat kepadaku dan aku membalasnya dengan senyuman yang menandakan “iya”. Mungkin bibirku bisa berkata aku tidak malu , namun tetap saja hatiku tidak bisa di bohongi , aku tetap saja merasa kikuk.
“Assalamualaikum” Ujar kami berdua seraya Dinda membukakan pintu.
“Waalaikum salam” sahut kedua orang tua Dinda.
“Ma , Pa , ini loh pacar Dinda yang sering Dinda ceritain” Ujar Dinda kepada kedua orang tuanya.
“Oh ini dek Putra yang berhasil menaklukkan hati anak Om” Ujar Papa Dinda seraya saling berjabat tangan.
“Yasudah , yuk kita langsung saja makan malam , makan malamnya sudah siap daritadi loh” Ujar Mama Dinda mengajak.
Kami semua beranjak dari ruang tamu menuju ruang makan dan meneruskan perbincangan di ruang makan.
Seketika aku terperanjat ketika melihat meja makan yang begitu besar dan terdapat makanan-makanan yang terasa sangat mahal bagiku , serta kilauan lampu-lampu yang menghiasi dan menerangi meja makan tersebut.
Perasaanku pun mulai tak karuan , jantungku terasa berdetak cepat sekali , keringat dingin mengalir dari leher dan telapak tanganku,padahal ruangan terasa dingin karna menggunakan AC , sungguh mewah pikirku.
“Ayo dek Putra , silahkan duduk” Ujar Mama Dinda mempersilahkan.
Aku membalasnya dengan senyuman.
“Jadi ,dek Putra sudah berapa lama menjalin hubungan dengan anak Om?” Ujar Papa Dinda bertanya.
“e , sudah dua tahun lebih Om” Ujarku sedikit grogi.
“Wah , lama juga ya , hebat kalian , tapi pacaranlah yang selayaknya , jangan kebablasan, saling kasih semangat satu sama lain untuk masa depan kalian juga , jadikan pacuan ,bukan penghambat”Ujar Papa Dinda.
Sungguh terasa hebat gemetar di kakiku setelah mendengarnya.
“i i iya Om , saya akan memacu Dinda untuk jadi pribadi yang lebih baik lagi” Ujarku terbata-bata.
“Nah gitu dong , harus wajib hehe, yasudah , ayo silahkan nikmati hidangan seadanya ini” Ujar Papa Dinda.
Aku mengikuti perintahnya , aku melirik ke arah Dinda , Dinda hanya tersenyum seakan menertawakanku. Perbincangan pun berlanjut membuat keadaan tidak kaku lagi , dan aku pun mulai terbiasa.
“Eh , gimana perjalanan tadi , macet gak?” Ujar Mama Dinda.
“Oh iya bu macet , mungkin dikarnakan remaja-remaja yang sedang bermalam mingguan” Ujarku.
“Oh begitu , seperti ade sendiri ya yang sedang bermalam mingguan ,hehe” Ujar Mama Dinda sedikit tertawa.
“hehe” Ujarku hanya bisa tertawa.
Perbincangan pun terus berlanjut dengan hangatnya , akupun menjadi tidak canggung lagi becanda dengan kedua orang tua Dinda. Namun ketika sedang asyiknya mengobrol , tiba tiba handphoneku bergetar , akupun permisi ke kamar mandi berniat untuk melihat siapakah yang menghubungiku.
Aku buka handphoneku , ternyata temanku Farhan memintaku untuk mengembalikkan sepeda motornya karna ada kepentingan untuk mengantar ibunya yang sedang sakit. Aku pun segera pamit pulang kepada keluarga Dinda.
“Loh mengapa terburu-buru dek Putra?” Tanya Papa Dinda.
“Tidak apa apa Om , teman saya ibunya sakit dan harus dibawa kerumah sakit, sementara sepeda motornya saya pinjam , jadi saya harus cepat cepat mengembalikkannya” Ujarku.
“Oh itu sepeda motornya bukan milik dek Putra?” Ujar Papa Dinda.
“Oh bukan Om , saya tidak punya sepeda motor” Ujarku tersipu malu.
Entah mengapa ekspresi wajah kedua orang tua Dinda terlihat kecewa. Tak bisa munafik , aku pun tau apa yang ada di benak kedua orang tua Dinda. Ya, aku hanya pemuda miskin yang tidak mempunyai sepeda motor. Akhirnya dengan hati yang tersayat , aku pamit pulang dengan rasa hormat. Di perjalanan pulang , sungguh sakit hati ini secara tidak langsung dihina seperti tadi. Namun itu tak membuatku berhenti untuk mencintai Dinda , aku akan tetap mencintai Dinda apapun yang terjadi.
Setelah cukup lama aku berkendara , akhirnya aku telah sampai didepan rumah farhan dan segera mengembalikkan sepeda motor miliknya. Tak lupa juga aku meminta maaf dan sangat berterimakasih kepada temanku itu. Setelah itu , akupun pamit untuk pulang karna aku merasa pusing. Jarak rumahku dengan Farhan tidaklah jauh , hanya beberapa meter.
“Assalamualaikum” Ujarku seraya membuka pintu rumahku.
Tak ada jawaban dari nenekku , terlihat nenekku telah tertidur pulas dikamarnya , wajar saja karna waktu telah menunjukkan pukul 10 malam dan aku pun tak ingin membangunkan tidur lelapnya.
Aku segera beranjak menuju kamarku. Ku rebahkan ragaku di tempat tidurku , pikiranku langsung terbang melayang memikirkan perlakuan keluarga Dinda yang telah menghinaku. Sungguh sakit hati ini seperti disayat oleh pedang yang tajam. Lamunanku pun buyar seraya bunyi handphoneku yang bergetar. Ku lihat,ternyata Dinda menelfonku , Ia meminta maaf atas perlakuan ayahnya kepadaku,sungguh baik kekasihku ini,pikirku. Seketika perasaan galauku pun hilang oleh Dinda yang menghiburku melalui suara telfon,namun aku tak akan pernah lupa atas kejadian yang telah menyayat hatiku itu.
Hari demi hari , bulan demi bulan , tahun demi tahun aku lalui berbagai rintangan yang menganggu hubungan ini bersama Dinda. Aku telah lulus SMK dan berniat untuk langsung bekerja , karna keadaan ekonomiku yang memaksaku untuk tidak meneruskan pendidikanku.
Walaupun sudah hampir 1 tahun aku menganggur karna sulitnya mencari pekerjaan , aku tidak merasa kekurangan karna ada Dinda yang selalu membantuku mencukupi kebutuhanku sehari-hari , hal itu tidak membuatku menjadi manja , malah sebaliknya , aku menjadi terpacu untuk lebih semangat lagi mencari kerja karna suatu saat akulah yang akan menafkahi Dinda dan keluargaku.
Setahun sudah aku menganggur , akhirnya aku pun mendapatkan pekerjaan menjadi pelayan di sebuah restoran kecil. Sungguh sangat bahagia rasanya bisa mencari uang sendiri.
Tak terasa pula Dinda telah lulus SMA dan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi ternama di kotaku.
Suatu hari di kala hujan turun sangat lebat dan petir yang menyambar-nyambar , aku terkejut sangat terkejut ketika Dinda menelfonku dan mengatakan bahwa Ia ingin mengakhiri hubungan ini dikarnakan Ia akan dijodohkan dengan seorang pria mapan . Aku hanya bisa terdiam dan membisu , air mataku mengalir dengan derasnya seraya suara petir yang menyambar.
Aku tak bisa berkutik sama sekali, akupun tak bisa untuk memaksa , restu orang tua adalah segalanya. Sungguh terasa hancur rasanya hati ini , yang ku pikirkan saat ini hanyalah Dinda , Dinda dan Dinda. Sekilas bayangan difikiranku yang memerintahku untuk mengakhiri hidup ini.
Hari demi hari ku lalui dengan perasaan yang hancur berkeping-keping , tak sanggup lagi rasanya untuk hidup, hidupku serasa tak berarti tanpa Dinda yang telah aku vonis menjadi makmumku kelak.
Aku kehilangan pekerjaanku , aku kehilangan arah hidup , perasaan ingin mengakhiri hidup menjadi sangat jelas terdengar memerintah dipikiranku.
Di suatu malam yang sunyi , aku sungguh kehilangan arah untuk hidup , aku beranjak dari kamarku , dan menghampiri kamar nenekku.
Aku melihat tidurnya , sungguh sangat lelap terlihat , aku mencium keningnya.


“Maafkan aku nek ,selamat tinggal”bisikku.
Aku beranjak keluar rumah menuju jembatan jalan berniat untuk mengakhiri hidupku.
Langkah demi langkah ku gerakkan kaki ini menuju jembatan yang dimaksud. Yang ada dipikiranku hanya Dinda, Dinda dan Dinda. Ku melihat sekitar jembatan , terasa sangat sunyi dan sepi ,  tak ada kendaraan yang lalu lalang. Aku menoleh ke arah jam tangan ku , waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari , mungkin inilah saatnya aku mengakhiri hidupku dikarnakan patah hati yang sangat mendalam.
Aku berharap Dinda bahagia dengan pria mapan yang telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Aku mulai menaiki tiang jembatan berniat untuk melompat dan mengakhiri luka ini. Terdengar suara langkah kaki manusia diseberang jalan , namun aku tak menghiraukannya , aku terus melanjutkan niatku untuk bunuh diri. Tiba tiba aku terkejut ketika mendengar suara jeritan seorang wanita tepat di seberang jalan jembatan.

-To be continued-








0 komentar: